Tuesday, August 24, 2010

Leaving for USA!!!

Tak pernah tersirat di benak saya untuk bisa melangkahkan kaki di negeri yang kaya raya seperti Amerika Serikat. Awal tahun 2008 adalah awal dari segalanya. Waktu itu, saya masih kelas X. SMA Negeri 1 Ponorogo mengundang beberapa alumni AFS-Program YES (American Field Service-Youth Exchange and Study Program) untuk bercerita tentang berbagai macam pengalamannya di Amerika. Saya sangat tertarik dengan semua hal yang mereka ceritakan, terutama ketika mereka bercerita tentang salju. Mulai saat itu, saya mulai berusaha dan berdoa semoga saya bisa lolos dari berbagai macam tes yang diadakan untuk bisa menjadi siswa pertukaran pelajar.

Pendaftaran diawali dengan pengisian 20 halaman formulir. Mulai dari nama, sampai dengan semua prestasi yang pernah diraih, rekomandasi sekolah, teman dekat, guru, hingga cerita tentang keluarga. Setelah semua formulir terkirim, selang beberapa hari, saya menghadapi tes pertama, tes tulis. Tujuh puluh siswa SMA Negeri 1 Ponorogo mendaftar dalam seleksi itu.

Dalam tes tulis, kami menjawab sekitar 160 soal berbahasa Indonesia dan Inggris tentang pengetahuan umum. Alhamdulillah saya termasuk satu dari dua belas siswa SMA 1 Ponorogo yang lolos ke tahap selanjutnya.

Tes kedua adalah tes wawancara berbahasa Indonesia dan Inggris. Pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan tentang motivasi mengapa ingin menjadi siswa pertukaran pelajar, keluarga, sekolah, dan kehidupan sehari-hari. Tak jarang pula ada yang menanyakan tentang berita-berita yang sedang update di Indonesia maupun di Amerika Serikat. Lima orang lolos ke tahap berikutnya.

Tes ketiga adalah tes dinamika kelompok. Dalam tes ini, saya dimasukkan kedalam satu kelompok yang mana anggota-anggotanya adalah siswa-siswi dari berbagai macam sekolah se-Jawa Timur. Setelah itu, kami dimasukkan ke dalam satu ruangan dan para panitia menyuruh kami untuk membuat suatu hasta karya berkelompok dari bahan-bahan yang telah disediakan panitia untuk kemudian dipresentasikan. Alhamdulillah tes ketiga berjalan dengan lancar. Dua dari lima siswa lolos ke tahap selanjutnya.

Tes selanjutnya adalah home visit and home interview. Beberapa relawan AFS datang ke rumah untuk mewawancarai orang tua dan keluarga saya yang lain. Mereka berkomentar tentang tempat tinggal saya, Desa Krebet, Jambon, yang jalannya sulit sekali untuk dijangkau. Semua orang tertawa mendengar cerita itu. Haha! Tapi saya tetap semangat untuk berjuang dan tidak pernah putus asa dengan komentar apapun. Saya percaya bahwa mencetak prestasi tidaklah dipengaruhi dari dimana kita tinggal.

Selanjutnya, pada tanggal 11-15 Desember 2008, saya pergi ke Jakarta untuk placement tes. Disana, saya bertemu dengan ratusan siswa lain dari seluruh Indonesia. Kami dihadapkan dengan berbagai macam tes, seperti SLEP (Secondary Level English Proficiency) test, wawancara langsung dengan duta besar Amerika, dinamika kelompok dalam bentuk lain, dan tes-tes lain yang bisa menunjukkan seberapa besar jiwa kepemimpinan kita karena motto dari YES program adalah “The Leaders for Tomorrow!”

Berbagai macam surat datang dari AFS yang memberitahukan bahwa saya lolos dari tes tahap nasional itu. Alhamdulillah. Akhirnya saya harus mengisi formulir-formulir lagi dengan bahasa Inggris. Saya harus bercerita tentang keluarga asuh yang saya mau, hal-hal yang boleh dan tidak boleh saya lakukan disana, nilai raport, dll. Hal yang paling terasa berat adalah untuk melengkapi formulir kesehatan karena saya diharuskan mengisi daftar imunisasi yang pernah daya dapatkan dan harus mendapatkan berbagai macam imunisasi sesuai dengan requirements dari AFS-USA.

Akhirnya tanggal 10 Maret 2009, saya resmi mempunya paspor diplomat! Hal yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Dan tanggal 1 Juni, saya resmi mempunyai visa Amerika Serikat!!! (walaupun harus diawali dengan mengisi formulir khusus visa yang bertele-tele, juga ketika antre untuk diinterview oleh Dubes Amerika yang ada di Indonesia) Resmilah saya menjadi an exchange student from Indonesia to go to USA! AMAZING!

Sebelum berangkat, saya diwajibkan untuk mengikuti orientasi di Chapter Malang selama tiga hari dan di Jakarta selama sepuluh hari terakhir di Indonesia. Disana, kami dikenalkan dengan berbagai macam budaya di Amerika, bagaimana cara merespon orang Amerika yang baru kita temui, sekolah kita, teman-teman, dan ke-excited-an orang tua asuh yang akan ketemu kita.

Malam terakhir di Indonesia, diwarnai dengan tangis dan tawa. Kami mengadakan farewell party/talent show di Usmar Ismail Hall, Jakarta yang dihadiri oleh orang tua seluruh siswa juga banyak sekali tamu alumni AFS yang sekarang sudah menjadi orang besar, seperti Anies Baswedan.

Di detik-detik terakhir dengan keluarga, kami diperkenalkan satu persatu oleh panitia dan orang tua kami maju satu persatu sesuai dengan urutan panggilan. Orang tua kami kemudian menyematkan pin garuda dan Indonesia di dada kami yang menandakan bahwa kami adalah duta besar bangsa Indonesia. Semua rasa bercampur jadi satu.

Tanggal 8 Agustus 2009 adalah akhir dan awal dari segalanya! Leaving for USA!!!

I'm in the USA!!!

9 Agustus 2009!

“SUBHANALLAH!” kata yang pertama kali ku ucapkan ketika aku benar-benar menginjakkan kaki di Amerika. Semua yang aku lihat hanyalah orang berkulit putih dengan bahasa Inggris disertai senyum manisnya menyapaku, “Welcome to the USA and have a great year!” “WOW!” Aku ada di Amerika!

Beberapa hari setelah orientasi di Washington DC, aku berangkat ke Maine, dimana aku di-host. Aku bertemu dengan orang tua asuhku untuk pertama kalinya. Mary (host mom), Ather (host dad), dan Nadia (host sister) yang kala itu masih berusia 3 bulan. Dengan kemampuan berbahasa Inggrisku yang masih SANGAT MINIM SEKALI, aku sapa mereka dengan senyum paling manis yang pernah aku berikan 

Tiga bulan pertama adalah tiga bulan terberat selama masa stay-ku. Mulai dari cara mencari teman, cara berbicara supaya mereka bisa mengerti apa yang aku maksud (tak jarang aku menjelaskannya dengan bahasa tubuh, hehe), cara membuat mereka punya kesan tersendiri yang menyenangkan tentang aku, cara untuk mempresentasikan Indonesia dengan bahasaku yang masih acakadul, juga cara untuk mulai beradaptasi dengan anjing. Hampir setiap keluarga pasti punya anjing. Tak kalah berat adalah puasa Ramadhan di bulan September, ketika aku masih harus menyesuaikan lidahku dengan masakan Amerika, ada olahraga di sekolah setiap hari, hingga lama berpuasa yang kelewat batas, jam empat pagi sampai jam delapan malam, karena waktu siang mereka di musim panas lebih panjang. Tapi Alhamdulillah akhirnya tiga bulan itu berlalu dengan indah, sekarang aku tahu seperti apa sebenarnya orang Amerika itu, mereka open-minded dan mengerti dengan keadaanku yang seperti apapun.

Tiga bulan selanjutnya adalah bulan-bulan paling berkesan buat aku. Aku mulai disibukkan dengan berbagai macam kegiatan, seperti aku harus pergi ke sekolah pukul tujuh pagi sampai 1:30 siang, olahraga selama satu setengah jam, keluar bareng teman-teman, pulang ke rumah, main dengan host-sisterku yang pada saat itu masih berusia tujuh bulan, kadang-kadang keluar lagi dengan keluarga, kadang memasak ria bersama, kadang mengerjakan setumpuk PR dari sekolah, dan kadang bermain game dan nonton TV bersama host-family. Daaan, SALJU!!! Hal yang paling aku nantikan. Ternyata salju itu seperti kapas yang basah, lembut, tapi jatuh dari langit. Walau suhu dibawah 10 derajad Celsius, skiing, snowboarding, sledding, ice-skating, dan berbagai macam kegiatan yang berhubungan dengan salju tak kan terhenti, hehe…

Setiap bulan Oktober orang Amerika memperingati Thanksgiving Day dimana mereka memasak ayam kalkun untuk dimakan bersama keluarga besar. Setiap bulan Desember mereka memperingati Christmas, sehingga dimanapun berada, pasti terdengar lagu-lagu Natal dan berbagai macam ornamen hari Natal. Orang tua asuhku beragama Islam, Alhamdulillah, jadi kami tidak memperingati Natal. Tapi beberapa kali aku datang ke pesta Natal teman-temanku cuma untuk ikut bermain game, nonton film, dan makan-makan bersama. Kami saling menghormati adat budaya masing-masing.

Aku adalah seorang senior di Cony High School. Di Amerika, ada dua tahun untuk SMP dan empat tahun untuk SMA, dan aku ada di tahun keempat (tahun terakhir/senior year). Di sekolah, kami bisa memilih maksimal delapan pelajaran tiap tahun. Aku ambil kelas Pre-Calculus, ESL (English as a Second Language), Anatomy, Interior Design, Teen Issues, US-History, English-4, dan Psychology. Semua guru mata pelajaran sangat memaklumiku yang sedang belajar bahasa Inggris. Mereka tidak pernah menertawakanku ketika aku bertanya tentang arti dari kata-kata yang mereka ucapkan. Disana, guru adalah teman, mereka menjawab tidak tahu ketika mereka memang tidak tahu jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan siswanya. Akhirnya, bulan April 2010, aku mendapatkan gelar “Student of the Month” (siswa terbaik, yang dipilih tiap bulan) dan aku juga mendapatkan Math Award (siswa terbaik untuk kelas Matematika), Alhamdulillah 

Aku ikut International Club dan Key Club sebagai ekstrakurikuler di sekolah. International Club adalah ekstra untuk anak-anak yang bahasa pertamanya bukan bahasa Inggris, kebanyakan dari mereka berasal dari Afrika dan Cina, ada juga tiga siswa pertukaran pelajar yang lain, yaitu dari Thailand, Jerman, dan Norwegia. Sedangkan Key Club adalah ekstra untuk menjadi relawan di beberapa organisasi luar sekolah, seperti Day Care untuk ikut membantu orang menjaga anak-anak kecil, menjual beberapa macam makanan untuk membantu orang yang menderita panyakit kanker, dll.

Kami berganti olahraga di setiap musim. Untuk pertama kalinya, aku ikut tim bola voli di musim panas, tim renang di musim dingin, dan tim tennis di musim semi. Dan akhirnya aku mendapatkan JV Tennis Coaches Award / pemain terbaik olahraga tennis untuk tahun 2010. Yay!!!

Hal yang sangat menakjubkan adalah mereka mau menghafalkan lirik lagu Rasa Sayange dan kemudian menyanyikannya bersama untuk acara bernama International Gathering. Saya kagum dan merasa geli ketika mereka mencoba melafalkan huruf “r”, hehehe

Satu hal lagi adalah ketika aku diterima audisi talent show terbesar di sekolah yang diadakan tiap tahun sekali bernama Chizzle Wizzle. Event ini diadakan selama 4 hari 4 malam dengan penonton lebih dari 1500 orang tiap malam. Aku dengan segenap kemampuanku mempresentasikan Indonesia, khususnya Ponorogo dengan menari Jathil. Mereka sangat terkesima dengan kostum yang aku pakai, pakaian Jathil, yang sengaja aku bawa kesana. Aku bangga menjadi anak Ponorogo, Indonesia 

Benar-benar waktu yang akan selalu berada di hatiku.

USA!!! You are my ENDLESS MEMORY

Hal yang menurutku sedikit ganjil ketika berada di Amerika adalah mereka tidak punya Ujian Sekolah ataupun Ujian Nasional seperti Indonesia. Untuk lulus dari sekolah, hanyalah diperlukan nilai dan rekomendasi dari guru masing-masing kelas yang diambil. Setiap guru mempunyai standar nilai yang berbeda-beda, tetapi untuk nilai keseluruhan harus bisa lebih dari 95 atau tergantung dari kebijakan sekolah masing-masing (karena semua sekolah mempunyai hak otoriter untuk menentukan sendiri kebijakan sekolah yang akan diambil).

Dan akhir tahun pelajaranpun datang, hal yang paling ditunggu setiap siswa adalah Graduation atau upacara kelulusan. Setiap sekolah pasti mengadakan Graduation Ceremony atau upacara kelulusan dimana semua siswa yang lulus SMA mengadakan upacara formal di suatu tempat yang resmi pula. Sekolahku mengadakan upacara kelulusan di Gedung Augusta Civic Center yang dihadiri oleh semua keluarga dari siswa, bapak ibu guru, juga semua perangkat Dinas Pendidikan Daerah. Hal yang paling indah adalah ketika kami dipanggil satu persatu untuk maju ke atas panggung kemudian Bapak Kepala Sekolah beserta beberapa Bapak Ibu dari Dinas Pendidikan memberi Diploma (Ijasah) kepada kami diiringi tepuk tangan seluruh penonton yang datang.

Setelah selesai upacara kelulusan, semua siswa yang telah dinyatakan lulus harus ikut suatu Graduation Party dari sekolah yang diberi nama Project Graduation. Bertempat di gedung yang sama, acara ini dimulai pukul 20:00 hingga 05:00 pagi. Ini sengaja diadakan semalam suntuk untuk menghindari pesta-pesta bebas yang biasa diadakan oleh siswa siswi yang telah lulus di luar sekolah. Untuk menarik perhatian para siswa, sekolah memberi ratusan doorprize yang diundi setiap jam. Lebih lama berada disitu, lebih besar kesempatan mendapatkan doorprize yang lebih besar. Di tempat itu disediakan pula berbagai macam makanan dan minuman gratis juga berbagai macam game yang bisa dinikmati bersama.

Tepat pukul 03:00, aku mendapatkan doorprize sebuah kulkas. Aku kaget dan bingung bagaimana cara membawa doorprize itu kembali ke Indonesia, haha. Tapi untungnya selang beberapa hari, salah satu temanku mau membeli kulkas itu dariku (karena aku jual dengan harga miring) juga karena dia perlu kulkas untuk asrama barunya di kampus.

Disana tidak pernah aku temui sepeda motor, hanya sekali-sekali kutemui moge (motor gede) yang dikendarai oleh orang-orang dewasa. Dan itupun hanya waktu musim panas. Setiap siswa SMA mengendarai mobilnya ke sekolah. Bagi siswa yang belum mempunyai SIM (Surat Izin Mengemudi) diantar jemput oleh bus-bus milik sekolah.

Sebagian besar dari siswa SMA yang sudah berusia diatas 18 tahun, dibelikan mobil oleh orang tua mereka sebagai sarana transportasi selayaknya orang tua Indonesia membelikan motor untuk anaknya. Namun, untuk keperluan bahan bakar, sepenuhnya adalah tanggungan dari siswa itu sendiri. Jadi tak salah kalau banyak siswa SMA yang bekerja paruh waktu. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai pelayan restoran (waiter/waitress), nanny (babysitter), atau juga sebagai guard di kolam renang. Dengan gaji $6.5-$8.5 (Rp 60.000 – Rp 80. 000) per jam, mereka harus pandai-pandai mengatur keuangan disamping untuk membeli bensin, juga ditabung untuk biaya kuliah.

Pada bulan terakhir di Amerika, barulah kusadari arti dari open-minded dan understanding (rasa saling mengerti akan perbedaan). Setiap kali aku bertemu dengan teman, keluarga, ataupun guru-guruku, kami selalu saling memeluk dan bertanya kabar. Setiap kali aku minta mereka untuk berfoto denganku, mereka selalu mengikatkan tangan mereka ke pinggangku. Terkadang mereka bercerita tentang kesan mereka kepadaku dan hal-hal lucu lain yang pernah kita alami bersama. Mereka berkata, “We had fun with you!” dan mereka mengajakku pergi ke tempat-tempat yang belum pernah aku kunjungi.

Pagi hari terakhir bersama mereka di Maine, mereka mengajakku ke pantai bersama (untuk yang kedua kalinya). Mereka hanya ingin menunjukkan seperti apa sebenarnya pantai Amerika itu (yang ternyata kita sebagai orang Indonesia harus bersyukur karena mempunyai alam termasuk pantai yang jauh jauh lebih indah daripada milik mereka).


Sorenya, mereka datang ke rumahku hanya untuk ngobrol dan bermain game. Aku kira itulah saat terakhir aku bertemu mereka, tapi ternyata mereka datang kembali ke rumahku malamnya. Dan itulah benar-benar saat terakhir aku bertemu mereka. Kami berpelukan dan said goodbye, hingga beberapa dari mereka meneteskan air mata  Mereka keluar rumahku dengan kalimat terakhir, “I love you, Silvia <3 .="" hatiku="" itu.="" kata-kata="" menangis="" mendengar="">Malamnya adalah hal paling buruk dalam masa stayku di Amerika, BERPAMITAN KEPADA ORANG TUA ASUH!!! Malam itu juga, kami duduk di ruang keluarga. Kemudian orang tua asuhku memberikan hadiah terakhir untukku yang salah satunya adalah kalung yang satu sisinya bergambar beberapa hati yang saling terhubung, kata mereka itu adalah simbol dari keeratan sebuah keluarga. Sisi lainnya bertuliskan, “In our hearts, ALWAYS Mohammed Family”. Hanya sekedar informasi, setiap keluarga di Amerika mempunyai nama belakang yang sama, sesuai dengan nama belakang dari kepala keluarganya. Keluargaku bernama Mohammed Family karena host dadku bernama belakang Mohammed. Host sisterku, Nadia, memberikan buku anak-anak yang biasa aku bacakan untuknya tiap malam berjudul “Llama-Llama Red Pajama”. Setiap kali aku baca buku itu, aku selalu teringat akan Nadia dan Amerika.

Terima kasih bapak, ibu, adik, teman-teman, juga seluruh guru-guruku TK PGRI Jambon, SD Negeri 2 Krebet, SMP Negeri 1 Kauman, dan utamanya SMA Negeri 1 Ponorogo yang telah membantu dan membimbingku, sehingga saya bisa pergi ke Amerika.

Thank you for all the experiences America! I’m going to miss you, so much 