Monday, January 02, 2012

I'm a Tanoto Scholar

Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya, yes, I'm a Tanoto Scholar :)
Inilah esai yang aku kirim ke Tanoto Foundation pas pengajuan beasiswa:


Silvia Ranny Wafiroh
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Esai Tanoto Foundation

Paguyuban Anak Ponorogo (PAP) adalah awal dari segalanya. Organisasi anak ini memberi saya kesempatan untuk mengetahui dan mencari solusi bagaimana cara mengatasi berbagai macam masalah anak di seluruh Indonesia. Berawal dari keikutsertaan saya di PAP, beberapa kali saya lolos seleksi untuk menjadi wakil Kabupaten Ponorogo dalam Kongres Anak Tingkat Propinsi hingga Nasional. Kongres itu membahas tentang pentingnya pemenuhan hak-hak anak yang ternyata selama ini masih banyak diabaikan. Kongres yang dihadiri oleh perwakilan anak dari seluruh kabupaten di Indonesia itu membuat mata saya terbuka, bahwa masalah anak di seluruh Indonesia sangat berbeda satu sama lain. Beragam masalah itu membuat saya bercita-cita untuk menjadi seorang psikolog, yang kelak bisa membantu menyelesaikan masalah mereka.

Berawal dari cita-cita itu, saya mengambil kelas Psikologi (Psychology Class) ketika saya belajar di Cony High School, Maine, Amerika Serikat sebagai siswa pertukaran pelajar tahun 2009-2010. Saya yakin dengan belajar Ilmu Psikologi, seseorang bisa mengetahui dasar kejiwaan manusia yang mempunyai kekuatan untuk memperbaiki kehidupannya. Ternyata dengan belajar psikologi secara lebih mendalam, saya mempelajari hal yang lebih banyak daripada ekspektasi saya sebelumnya. Ilmu Psikologi mempelajari olah sikap dan mental yang bisa dibuktikan secara ilmiah. Hal itu yang membuat saya semakin tertarik dengan dunia Psikologi. Saya percaya, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia mampu mengantarkan saya untuk menggapai cita-cita tersebut.

Seiring dengan cita-cita saya, setelah lulus dari S1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, saya ingin melanjutkan kuliah S2 Ilmu Psikologi berbeasiswa di Amerika Serikat. Banyak sekali disiplin Ilmu Psikologi yang lahir di Negara itu. Saya yakin, dengan belajar Ilmu Psikologi disana, pengetahuan saya akan dunia Psikologi semakin berkembang. Setelah lulus S2, saya ingin bekerja sebagai psikolog di sebuah lembaga/counselor yang saya pegang sendiri untuk membantu orang-orang yang membutuhkan penyelesaian masalah melalui Ilmu Psikologi. Tak lupa, pastinya membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan anak di Indonesia.

Hal yang sudah saya lakukan untuk mencapai rencana saya adalah saya pernah menjadi finalis perlombaan penulisan karya tulis ilmiah (LKTI) Tingkat Propinsi dengan mengambil tema “Memiliki AKTE Kelahiran adalah Hak Anak di Seluruh Indonesia”. Mengikuti LKTI tersebut adalah salah satu jalan bagi saya untuk menyuarakan kepada khalayak bahwa masih banyak sekali Anak Indonesia yang belum mempunyai AKTE Kelahiran, salah satu haknya. Selain itu, Kongres Anak Nasional Tahun 2008, Pelatihan dan Pengorganisasian Kelompok Anak Tahun 2009, Kongres Anak Jawa Timur Tahun 2007, Kongres Anak Ponorogo, Sosialisasi Hak Anak, dan beberapa acara anak lainnya juga membuat saya lebih mengetahui tentang permasalahan anak di seluruh Indonesia dan kemudian berusaha mencari solusi terbaik untuk mengatasinya.

Selain itu, hal paling berkesan yang sudah saya lakukan untuk mencapai rencana saya adalah berkunjung ke sebuah sekolah menengah di Amerika Serikat dan bertemu dengan siswa-siswa imigran dari Afrika. Kebanyakan dari mereka masih anak-anak (berusia di bawah 18 tahun) dan berjuang melawan kerasnya hidup ketika mereka masih di Negara asalnya. Mereka bercerita, di Afrika mereka hanya makan seadanya dan bahkan hingga tidak makan selama berhari-hari. Mereka tidak bersekolah, apalagi bermain komputer seperti layaknya anak-anak zaman sekarang. Hari-hari mereka isi dengan bekerja untuk membantu orang tua. Mereka rela walau harus berjalan hingga 5 km demi mendapat air untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Dari cerita mereka, saya benar-benar mengerti bahwa stereotipe permasalahan anak di seluruh dunia sangat berbeda antar Negara dan perlu adanya suatu solusi untuk menyelesaikannya.

Banyaknya dukungan dari keluarga, saudara, teman, dan guru sangat memotivasi saya untuk terus berjuang menggapai cita-cita. Walaupun hidup di Krebet yang terkenal sebagai “Kampung Idiot” (karena banyaknya warga yang melakukan perkawinan sedarah dan menghasilkan keturunan yang idiot), tidak membuat saya minder apalagi mengurungkan niat untuk bercita-cita setinggi langit. Sebaliknya, saya bangga bisa sampai titik dimana saya bisa bersekolah di Jurusan Ilmu Psikologi Universitas Indonesia. Terlebih, saya akan sangat bahagia jika saya bisa menjadi bagian dari penerima beasiswa bergengsi di Indonesia, National Champion Scholarhip dari Tanoto Foundation.

Kalau mau tau tentang Tanoto Foundation, klik aja www.tanotofoundation.org, and be the part of it!

5 comments:

  1. bermanfaat banget, mksh udah mau bagi bagi mbak :D

    ReplyDelete
  2. I like this post,And I guess that they having fun to read this post,they shall take a good site to make a information,thanks for sharing it to me. know more about sukanto tanoto

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Comments here: