Tuesday, April 14, 2009

Cerpen: HE… HE… HE… AKHIRNYA, I GET IT!!!

“Kak Diztra, nanti aku mampir ke rumah Kakak, setelah itu Kakak ikut aku ke rumahku ya?”harap seorang anak yang mulai beranjak dewasa, Vira.
“Okey, Viraku, cantikku…”
Beginilah percakapan yang biasa dilakukan oleh dua anak yang bagaikan air laut dengan garam. Gak bisa dipisahkan de…
Mereka baru saja pulang dari Australia. Dari kecil, mereka diajari bahasa Indonesia secara aktif oleh orang tuanya. So, dalam urusan bicara bahasa Indonesia, yakinlah kalau lafadz mereka sangat fasih.
Emang, Vira adalah anak yang cantik, anak yang gak materialistis, dia dibesarkan dalam lingkup keluarga yang tercukupi. Walaupun begitu, tak sedikitpun rasa sombong dalam benaknya, yang sekaligus dapat menjadi nilai positif dalam dirinya.
________________________________________
One day, sebuah pesta diadakan di lingkungan Vira. Diztra tak luput dari banyaknya hadirin yang hadir.
“Vir, Vira…”. Suara seseorang yang sudah tak asing lagi di telinga Vira.
“Kak Diztra…”balas Vira sembari mencari sumber suara yang memanggilnya.
“Hai Vir, pa kabar? Kita kok ketemu di pesta seperti ini ya? Kok gak ketemu di sebuah tempat yang romantis? Padahal, aku pengin…”
“Apaan sih. Kabarku baek, Kakak juga baekkan? Nie pesta kakaknya temenku. Emang temen kakak juga ya?”
“Kabarku juga baek. Ni pesta temenku. Ntar dulu ya, aku mau nemuin pengantinnya, sapa tau setelah aku ngucapin selamat, aku bisa dapat cewe’ cantik, kaya’you.”
“Ah, Kakak. Dah sana temuin pengantinnya daripada nyliwur gak karuan.”
“OK!!! Bye…”
“Hai Vir?”Sapa seorang lelaki yang dilihat dari suaranya adalah seorang yang gagah.
“Hai… Eh, Kak Fian. Gak nemuin pengantinnya? Ko’di sini.”
“Aku dah nemuin pengantinnya ko. Tadi yang bicara ma kamu di sini sapa Vir?”
“Oh, itu Kak Diztra.”
“Siapa kamu? Temen ato…”
“Temen sepermainan. Aku dulu selalu maen ma dia. Kami bagaikan adik dan kakak.”
“Bener?”Mulai Fian mengintrogasi Vira.
“Hayo, cemburu ya? Kak, aku ini masih kecil. Eitt, jangan panggil aku anak kecil.”Vira menenangkan suasana. Menenangkan suasana?
“Gak ko, cuma tanya ja.”
“Bentar ya Kak, aku mau ke belakang dulu coz da urusan dikit.”
Mulailah Vira merasakan kehidupan yang jauh berbeda dengan kehidupannya dulu di Australia. Sekarang ia tak biasa ngomong bahasa Inggris.
________________________________________
Keesokan harinya, Diztra datang ke rumah Vira, seorang diri. Ketika itu, Vira di rumah juga gak da temen karena ortunya pergi ke luar kota, ada tugas kantor.
“Kak Diztra?”
“Hai Vir, ko’ bengong gitu? Kaya’liat cowok ganteng aja.”
“PeDe amat, aku gak bengong ko’cuma melongo ja...”
“You gak berubah ya Vir, dari dulu sampe sekarang tetep asyik.”
“Vira is Vira. Bukan Vira is Diztra.”
“Maksud loe?? Aku seneng banget deh Vir you ngomong gitu.”
“Ngomong pa? Kaya’e aku sama ja, ngomong ke cowok laen juga seperti itu.”
“You dah jadi play…”
“Stop!!! Silahkan lanjutkan ceramah Anda setelah pesan-pesan berikut. Saudara Diztra, saya berpesan kepada Anda supaya bicara dengan nada yang sopan karena yang play-play bukan cuma saya. Anda juga playboy, bahkan Anda lazim disebut Playboy cap Sapi!!!”
“Ye… Siapa yang playboy? Aku tadi tuh hanya pengin ngomong kamu sekarang dah tahu play love ato bermaen cinta.”
“Dah ah! Ngomongin yang laen aja.”
“Denger-denger computer you punya aplikasi baru ya?”
“Ya iyalah…”
“Maen donk!!!”
Persahabatan adalah ikatan yang saling memanfaatkan. Ya gak??!
“Eh, da tamu. Silahkan masuk Kak!” sapaku pada pria terkeren di lingkunganku.
“Makasih!”
“Kak Diztra, nie aku kenalin. Ini kak Fian, rumahnya Jl. Mawar Berduri.”
“Hai, aku Diztra, temen dekete Vira…”
“Fian.”
“Vir, malem minggu da acara gak?” Tanya Diztra.
“Ada gak ya? Bingung ne…”
“Vira mo jalan-jalan ma aku Diz..” ucap Fian tiba-tiba.
“Bener Vir?”
“?????????, gak tau.”
Yah, suasana makin memanas, lebih baek kita pasang AC berkekuatan ganda.
“Kok gak tau si?”
“Vir, kamu kemaren kan udah janji ma aku, kita mau jalan-jalan ke taman.”
“I… Iya. Sorry ya kak Diztra, aku mau jalan ma kak Fian.”
“Iya de… Kali ini aku yang ngalah. But kapan-kapan kita keluar yach?”
“Oche….”
________________________________________
“Kak Fian, ngapa kakak ngomong kalo kita mau jalan-jalan? Kita kan gak ada janji.” Kataku sok disiplin.
“Vir, aku mau ngomong ma kamu.”
“Dari tadi loem ngomong ya?”
“Nie ngomong beneran. Kamu jawab yang jujur ya?”
“Insya Allah aku jujur kalo aku mampu jujur pada Kak Fian.”
“Vir, sejak aku kenal kamu, sejak aku temenan ma kamu, kamu ngerasa gak ada sesuatu yang aneh di diriku?”
“Gak da tuh. Mulai aku dateng kesini, kakak dah jadi anak keren. Sekarang pun kakak masih tetep anak keren, di lingkungan sini.”
“Bukan itu yang aku maksud.”
“What?”
“Aku cuma pengen ngomong, ehm… I’m to you Vir! ”
“Do you seriously?”
“Very serious!!!”
“Kalo ini aku belum bisa jawab sekarang. Eh, ada roti bakar. Beli yuk?”
“Kamu suka roti bakar? Aku juga suka. Berarti kita serasi donk! Pertanyaanku tadi gak usah kamu jawab aku dah tau kok jawabannya!”
“Apa coba?”
“Ya kita sekarang dah resmi.”
“Iya, dah resmi jadi tetangga… Kak, aku belum bisa jawab sekarang, aku lom bisa berfikir jernih saat ini.”
“Kapan-kapan ja gak pa-pa kamu jawabnya. Yang penting jawaban kamu mutualisme.”
“Gampang!!!”
________________________________________
Hari-hari Vira lewati dengan penuh warna, tapi buram. Entah apa yang dipikirkannya. Wajah yang biasa tersungging manis, kini berubah jadi akar-akar yang tak sempurna. Pipi merah meronanya, berubah menyerupai bulan, halus tak halus. Mondar-mandir gak karuan. Akhirnya……
“Kak Fian, maaf aku gak bisa jadi seperti yang kakak inginkan. Aku masih pengen sendiri.” Ucapku dengan nada setengah hidup.
“Maksud kamu?”
“Ya, aku gak bisa…”
“Tapi aku dulu kan pengen jawaban kamu yang mutualisme Vir?”
“Kak, ini yang terbaik buat kita berdua. Kita mungkin belum dipertemukan Tuhan saat ini.”
“Em… Gak apa, yang penting aku dah tau jawaban kamu yang sebenarnya, jadi kan nggak menggantung.”
“Kak, makasih ya kak? Kakak nggak marah dengan jawabanku.”

“Vir, pa yang kamu omongin dengan Fian kemaren?”
“Rahasia donk!!!”
“Ya udah kalo rahasia. Keluar yuk Vir?!”
“Kemana?”
“Ke rumahku.”
“Sekarang?”
“Yup! Sekarang!”
“Okey…!!!”
Di rumah Diztra…
“Vir, kamu mau minum pa?”
“Pa aja yang penting kakak yang buat!!”
“Air putih aja ya?”
“Hah?! Masa’gadis cantik kaya’aku gini dikasih minum air putih? Cape’dech…!!!”
“He… he…”
Sesaat kemudian…
“Nieh… Jus melon special buat Vir…us!!”
“Kurang ajar,,, tapi rasanya enak kok”
“Vir.. I love you Vir!!! Sejak aku bener-bener mengenal kamu, aku mulai sadar bahwa kamu adalah seorang gadis yang sejak lahir aku cari. Kamu yang cantik, periang, baik hati…”
“I love you too Diz!!!”
“Beneran Vir??”
“Kak, mulai aku beranjak dewasa, makin hari aku makin tahu apa artinya cinta, yang sering dibilang orang tu cinta hanya buat luka… Tapi aku yakin, cinta yang hadir disampingku ini adalah cinta sejatiku!!!”
“Yuhuuuuuuuuuuiiiiiiiiiiiiiiiiii!!!!!!”

No comments:

Post a Comment

Comments here: